~Selamat Datang Di Blog Saya~

Kamis, 26 November 2015

Materi Sejarah Gerakan Mahasiswa dan Pemuda (PPAB GmnI)



SEJARAH GERAKAN MAHASISWA DAN PEMUDA

Mahasiswa dalam esensinya tidak terlepas dari sejarah perubahan, karena mahasiswa adalah predikat yang amat "eksklusif". Disebut eksklusif karena mahasiswa adalah sosok yang istimewa dipandang dari sudut apapun dan dari manapun serta mempunya cerita yang istimewa dari masa ke masa, baik di Negara maju maupun di Negara berkembang begitu juga halnya dengan mahasiswa di Indonesia.
Bisa kita lihat peristiwa Revolusi Perancis yang diawali oleh terbelenggunya hak-hak mahasiswa Perancis dalam melakukan inovasi. Dan di Indonesia sendiri sudah tidak bisa diragukan kembali peran dari mahasiswa dalam menghadapi arah perjuangannya.
Di Indonesia sendiri mahasiswa mempunyai peranan penting dalam mengubah sejarah kebangsaan dan perjalanan demokrasi. Catat saja bagaimana peranan mahasiswa mampu merubah wajah perpolitikan saat ini yaitu dengan Gerakan reformasinya. Jauh beberapa tahun kebelakang kita mengenal angkatan gerakan kemahasiswaan dengan segala momentum sejarah kebangsaan di tanah air.

Gerakan Kemerdekaan (Tahun 1908-1945)
Kita mulai dari dimulainya gerakan untuk memerdekakan Indonesia pada 1908 yang sering kita kenal sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Pada waktu itu dr. Soetomo bersama dengan beberapa mahasiswa yang bersekolah di Belanda sadar akan nasib bangsa ini. Beliau membentuk Budi Oetomo sebagai Organisasi Mahasiswa Indonesia yang menempuh perguruan tinggi di Stovia, Belanda. Dan dari hal tersebut lahirlah tokoh-tokoh mahasiswa lain yang mempelopori Merdekanya Indonesia dari belenggu Kolonialisme. Soekarno, Tan Malaka, Shahrir, Hatta, dan beberapa tokoh pemuda yang notabene adalah rezim mahasiswa mampu menjadi sejarah dari Perubahan yang telah dicita-citakan oleh bangsa Ini semenjak bangsa ini terjajah.

Gerakan Mahasiswa Angkatan’66 (Tahun 1966)
Dikenal dengan istilah angkatan 66, gerakan ini awal kebangkitan gerakan mahasiswa secara nasional, dimana sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu adalah mereka yang sekarang berada pada lingkar kekuasaan dan pernah pada lingkar kekuasaan, siapa yang tak kenal dengan Akbar Tanjung dan Cosmas Batubara. Apalagi Sebut saja Akbar Tanjung yang pernah menjabat sebagai Ketua DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) periode tahun 1999-2004.
Dari rezim Orde Lama yang mulai membelenggu kebebasan Rakyat Indonesia, Mahasiswa mampu bergerak bersama rakyat untuk mencapai arah perubahan yang lebih masive dalam menghadapi penindasan. Dimotori oleh Soe Hok Gie, Akbar Tanjdung dan beberapa kawan-kawan mahasiswa yang lain mampu menggulingkan rezim Soekarno yang pada waktu Tua sudah menjadi Ambisius dengan menjadikannya sebagai Presiden Seumur Hidup lewat MPR-S nya dan melancarkan dekrit Presiden pada tahun 1959 yang menetapkan Beliau pada Pimpinan Tertinggi Negeri ini dan tidak dapat diganggu Gugat oleh semua Lembaga Negara yang mengevaluasi Kursi Kepresidenan pada waktu itu. Berbeda dengan soekarno muda yang mampu bergerak bersama rakyat dan revolusioner melawan penjajah dan memerdekakan Bangsa Indonesia.
Pada Tahun 1965 inilah mahasiswa menancapkan tajinya untuk kembali menjadi tonggak perubahan. Ketika bergabung bersama rakyat dan melancarkan Tritura atau Tiga Tuntutan Rakyatnya, mahasiswa yang pada waktu itu dipelopori oleh Tokoh-Tokoh Mahasiswa 1960an yang pada waktu itu menduduki lembaga terpenting di Universitasnya seperti Soe Hok Gie yang eksis di Lembaga Persnya di UI, Akbar Tandjung yang aktif dalam Dema, Dewan Mahasiswa UI, dan Cosmas Batubara yang pada Waktu itu bergerak pada tataran GrassRoad atau gerakan Turun Jalan atau Gerakan yang mengkoordinir Basis Massa sehingga menjadi Massa yang solid untuk menjadikan Mahasiswa sebagai Sejarah Perubah.
Angkatan 66 mengangkat isu Komunis sebagai bahaya laten Negara. Gerakan ini berhasil membangun kepercayaan masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis yang ditukangi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia). Eksekutif pun beralih dan berpihak kepada rakayat, yaitu dengan dikeluarkannya SUPERSEMAR (surat perintah sebelas maret) dari Presiden Sukarno kepada penerima mandat Suharto. Peralihan ini menandai berakhirnya ORLA (orde lama) dan berpindah kepada ORBA (orde baru). Angkatan 66 pun mendapat hadiah yaitu dengan banyaknya aktivis 66 yang duduk dalam kabibet pemerintahan ORBA.

Gerakan Mahasiswa Ampera (Tahun 1972)
Gerakan ini dikenal dengan terjadinya peristiwa MALARI (Malapetaka Lima Belas Januari). Tahun angkatan gerakan ini menolak produk Jepang dan sinisme terhadap warga keturunan. Pada puncaknya mereka menolak kedatangan Perdana Menteri Jepang Tanaka serta melakukan demonstrasi besar-besaran. Dan Jakarta masih menjadi barometer pergerakan mahasiswa nasional, catat saja tokoh mahasiswa yang mencuat pada gerakan mahasiswa ini seperti Hariman Siregar, Fajroel Rahman, sedangkan mahasiswa yang gugur dari peristiwa ini adalah Arif Rahman Hakim.

Gerakan Mahasiswa (Tahun 1980-an)
Gerakan pada era ini tidak popular, karena lebih terfokus pada perguruan tinggi besar saja. Puncaknya tahun 1985 ketika Mendagri (Menteri Dalam Negeri) Saat itu Rudini berkunjung ke ITB. Kedatangan Mendagri disambut dengan Demo Mahasiswa dan terjadi peristiwa pelemparan terhadap Mendagri. Buntutnya Pelaku pelemparan yaitu Jumhur Hidayat terkena sanksi DO (Droup Out) oleh pihak ITB (pada pemilu 2004 beliau menjabat sebagai Sekjen Partai Serikat Indonesia / PSI). Dan perlu diketahui pada Rezim ini lahirlah NKK-BKK yang dicanangkanm Pemerintah Orde Baru melalui Mantan Mendikbud RI 1978-1983 Daud Yusuf , Untuk meredam arah gerakan Mahasiswa yang sudah disadari akan menjadikan bangsa Ini mengalami Progres Untuk kedepannya.

Gerakan Mahasiswa Tahun 1990 an
Isu yang diangkat pada Gerakan era ini sudah mengkerucut, yaitu penolakan diberlakukannya terhadap NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus / Badan Kordinasi Kampus) yang membekukan Dewan Mahasiswa (DEMA/DM) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM).
Pemberlakuan NKK/BKK mengubah format organisasi kemahsiswaan dengan melarang Mahasiswa terjun ke dalam politik praktis, yaitu dengan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0457/0/1990 tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi, dimana Organisasi Kemahasiswaan pada tingkat Perguruan Tinggi bernama SMPT (senat mahasiswa perguruan tinggi).
Organisasi kemahasiswaan seperti ini menjadikan aktivis mahasiswa dalam posisi mandul, karena pihak rektorat yang notabane nya perpanjangan pemerintah (penguasa) lebih leluasa dan dilegalkan untuk mencekal aktivis mahasiswa yang berbuat "over", bahkan tidak segan-segan untuk men-DO-kan. Mahasiswa hanya dituntut kuliah dan kuliah tok.
Di kampus intel-intel berkeliaran, pergerakan mahasiswa dimata-matai. Maka jangan heran jika misalnya hari ini menyusun strategi demo, besoknya aparat sudah siap siaga. Karena banyak intel berkedok mahasiswa.
Pemerintah Orde Baru pun menggaungkan opini adanya pergerakan sekelompok orang yang berkeliaran di masyarakat dan mahasiswa dengan sebutan OTB (organisasi tanpa bentuk). Masyarakat pun termakan dengan opini ini karena OTB ini identik dengan gerakan komunis.
Pemahaman ini didapatkan di Harian RADAR KARAWANG edisi : Awal Mei 2005,yaitu pada waktu itu saya mengkutib artikel dimana saat itu  ketika penulis artikel mengikuti ORPADNAS (orientasi kewaspadaan nasional) tingkat DKI Jakarta yang diikuti oleh seluruh Perguruan Tinggi di Jakarta pada tahun 1993. dan juga sebagai peserta pada kegiatan TARPADNAS (penataran kewaspadaan nasional) tingkat nasional yang diikuti oleh unsur pemuda dan mahasiswa seluruh Indonesia tahun 1994.
Pemberlakuan NKK/BKK maupun opini OTB ataupun cara-cara lain yang dihadapkan menurut versi penguasa ORBA, tidak membuat mahasiswa putus asa, karena disetiap event nasional dijadikan untuk menyampaikan penolakan dan pencabutan SK tentang pemberlakukan NKK/BKK, termasuk juga pada kegiatan TARPADNAS.
Sikap kritis mahasiswa terhadap pemerintah tidak berhenti pada diberlakukannya NKK/BKK, jalur perjuangan lain ditempuh oleh para aktivis mahasiswa dengan memakai kendaraan lain untuk menghindari sikap refresif Pemerintah, yaitu dengan meleburkan diri dan aktif di Organisasi kemahasiswaan ekstra kampus seperti GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), HMI (himpunan mahasiswa islam), PMII (pergerakan mahasiswa islam Indonesia), PMKRI (Pergerakan Mahasiswa Katolik Repubik Indoenesia) dan GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) atau yang lebih dikenal dengan kelompok Cipayung. Ini juga dialami penulis yang menemukan titik kejenuhan jika hanya bergulat dengan ORMAWA intra kampus, karena mahasiswa menjadi kurang peka terhadap lingkungan sekitar, apalagi predikat mahasiswa adalah sebagai agent of intelegence, agent of change, agent of social control, yaitu mahasiswa sebagai seorang kaum terdidik, sebagai pembaharu dan sebagai kontrol sosial.

Gerakan Mahasiswa Tahun 1998
Dan yang paling akhir kita dengar adalah, Reformasi 1998 yang melibatkan beberapa kalangan mahasiswa yang pada waktu itu sudah dibutakan selama kurang lebih 30 tahun Oleh Rezim Orde Baru, rezim Soeharto lewat NKK-BKK nya. Gerakan mahasiswa era sembilan puluh delapan mencuat dengan tumbangnya Orde Baru dengan ditandai lengsernya Soeharto dari kursi kepresidenan, tepatnya pada tanggal 12 mei 1998.
Gerakan mahasiswa tahun sembilan puluhan mencapai klimaksnya pada tahun 1998, di diawali dengan terjadi krisis moneter di pertengahan tahun 1997. harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya beli masyarakat pun berkurang. Mahasiswa pun mulai gerah dengan penguasa ORBA, tuntutan mundurnya Soeharto menjadi agenda nasional gerakan mahasiswa. Ibarat gayung bersambut, gerakan mahasiswa dengan agenda REFORMASI nya mendapat simpati dan dukungan yang luar biasa dari rakyat. Mahasiswa menjadi tumpuan rakyat dalam mengubah kondisi yang ada, kondisi dimana rakyat sudah bosan dengan pemerintahan yang terlalu lama 32 tahun ! politisi diluar kekuasaan pun menjadi tumpul karena terlalu kuatnya lingkar kekuasaan, dan dikenal dengan sebutan jalur ABG (ABRI, Birokrat, dan Golkar).
Simbol Rumah Rakyat yaitu Gedung DPR/MPR menjadi tujuan utama mahasiswa dari berbagai kota di Indonesia, seluruh komponen mahasiswa dengan berbagai atribut almamater dan kelompok semuanya tumpah ruah di Gedung Dewan ini, tercatat FKSMJ (Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta), FORBES (Forum Bersama), KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) dan FORKOT (Forum Kota). Sungguh aneh dan luar biasa, elemen mahasiswa yang berbeda paham dan aliran dapat bersatu dengan satu tujuan : Turunkan Soeharto.
Dua elemen mahasiswa yang mencuat adalah FKSMJ dan FORKOT. Penulis mengenal betul karakter dua elemen mahasiswa ini. FKSMJ yang merupakan forumnya senat mahasiswa se Jakarta, lebih intens melakukan koordinasi dan terkesan hati-hati dalam menyikapi persolan yang muncul, dan lebih apik dalam beraksi karena menghindari gerakan mata-mata intel. Sedangkan FORKOT yang terdiri dari kelompok aktivis mahasiswa Pers Kampus lebih "radikal" dalam beraksi dan berani menentang arus, sehingga tak jarang harus berhadapan langsung dengan aparat, dan bentrok fisik pun tak terelakan.
Perjuangan mahasiswa menuntut lengsernya sang Presiden memang tercapai, tapi perjuangan ini sangat mahal harganya karena harus dibayar dengan 4 nyawa mahasiswa Tri Sakti, mereka gugur sebagai Pahlawan Reformasi, serta harus dibayar dengan tragedi Semanggi 1 dan 2. Memang lengser nya Soeharto seolah menjadi tujuan utama pada gerakan mahasiswa sehingga ketika pemerintahan berganti, isu utama kembali kepada kedaerahan masing-masing. FORKOT dan FKMSMJ pun kembali bersebrangan tujuan. REFORMASI terus bergulir, perjuangan mahasiswa tidak akan pernah berhenti sampai disini. Perjuangan dari masa ke masa akan tumbuh jika Penguasa tidak berpihak kepada rakyat.

Gerakan Mahasiswa Pasca Reformasi
Dalam posisi tawar mahasiswa yang lemah dewasa ini, belum saatnya menentukan
partner politik atau memutuskan pilihan-pilihan grand design politik tertentu, Gerakan Mahasiswa sekarang belum lagi menjadi agent of social change, sebaliknya menjadi gerakan peripherial, pinggiran. Agenda yang diperlukan adalah penyatuan kelompok-kelompok pinggiran mahasiswa dalam suatu konsolidasi secara nasional.Hal ini dibutuhkan untuk pengembalian posisi tawar yang menyurut. Karenanya, dalam posisi tawar yang lemah, agenda Gerakan Mahasiswa mesti berpihak memilih misi transformatif dan misi korektif. Misi transformatif menekankan pada gerakan penyadaran sosial politik dan penularan gagasan-gagasan demokrasi dan hak-hak azasi manusia. Sedangkan misi korektif menitikberatkan pada koreksi berbagai kebijakan atau sikap dan tindakan yang tidak menguntungkan rakyat banyak.
Diangkatnya isu-isu lokal populis dengan harapan dapat menjadi isu nasional
nampaknya masih bisa diandalkan. Pilihan isu-isu mikro memang sesuai dengan kondisi Gerakan Mahasiswa yang lemah. Dalam tahap ini diharapkan terjadi konsolidasi secara bertahap untuk mengembalikan nafas Gerakan Mahasiswa yang telah surut akibat depolitisasi kampus. Untuk merajut jaringan secara nasional itu paling tidak dibutuhkan beberapa prinsip. Pertama, perlunya semangat dialog tanpa apriori antarkelompok mahasiswa. Melalui dialog tanpa apriori dapat diketahui kekuatan dan kelemahan masing-masing pihak serta menghindari perasaan curiga atau rasa permusuhan akibat berbedanya pendekatan gerakan. Kedua, kedewasaan berpolitik antaraktivis yang berbeda ideologi dan pendekatan gerakan. Ketiga, konsolidasi berjalan bertahap dan berkesinambungan melalui isu-isu tertentu dengan target "jangka panjang," sehingga terhindar situasi gerakan yang prematur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar