Pendahuluan
Banyak orang belajar/mempelajari Marhaenisme, yakni ajaran Bung Karno.
Namun tidak menemukan apa sebenarnya inti dan kehendak dari ajaran tersebut. Mereka tidak
atau belum menemukan "benang merahnya". Dengan demikian maka
sepertinya mereka sekedar mempelajari secara lahir tentang perjuangan dan keberhasilan
Bung Karno di masa yang silam, karena mereka cuma mewarisi abunya sejarah bukan
apinya sejarah.
Apabila setiap pengikut ajaran Bung Karno hanyalah demikian adanya,
hanya sekedar pewaris-pewaris abu sejarah belaka, alangkah sayangnya ajaran yang brilliant
itu kemudian menjadi kenang-kenangan (sekalipun kenang-kenangan yang indah). Marhaenisme
kemudian menjadi "out of date". Adalah menjadi tanggungjawab kita bersama
untuk kembali menghidupkan jiwa ajaran tersebut, kembali menemukan arti kebaikan bagi
rakyat. Dengan demikian Marhaenisme akan menampakkan jiwanya sebagai ajaran yang dinamis
dan selalu up to date.
Untuk itulah maka mempelajari Marhaenisme tidaklah cukup hanya
mempelajari pengertian-pengertiannya yang verbal, akan tetapi kita mencoba untuk menukik
lebih dalam mencoba mengkaji makna hakikinya. Dengan demikian maka di samping kita
mengerti apa Marhaenisme (secara verbal), kita coba menelaah mengapa dan juga untuk
apa Marhaenisme yang meliputi mengapa lahir Marhaenisme dan mengapa
kita pilih sekarang serta untuk apa sebenarnya kita memiliki
Marhaenisme itu.
Pengertian dasar Marhaenisme
Marhaenisme - Marhaen - Marhaenis
Marhaenisme, adalah ajaran Bung Karno. Pengertianya adalah meliputi asa
(teori politik) dan asas perjuangan.
Sebagai asa atau teori politik, ia adalah teori yang menghendaki
susunan masyarakat dan negara yang didalam segala halnya menghendaki keselamatan kaum
Marhaen*. Sebagai teori politik meliputi pengertian :
Sosio Nasionalisme,Sosio Demokrasi,Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sosio Nasionalisme; adalah nasionalisme masyarakat, nasionalisme yang
mencari selamatnya seluruh masyarakat dan yang bertindak menurut wet-wet nya masyarakat
itu**.
Sosio Demokrasi; adalah merupakan konsekuensi daripada Sosio
Nasionalisme. Sosio demokrasi adalah pula demokrasi yang berdiri dengan kedua kakinya
didalam masyarakat***. Sosio Demokrasi tidak untuk kepentingan sekelompok kecil masyarakat
akan tetapi adalah untuk kepentingan seluruh masyarakat.
Marhaen; adalah diambil dari nama seorang petani yang ditemui oleh Bung
Karno di daerah Priangan. Marhaen digunakan sebagai simbol untuk menggambarkan kelompok
masyarakat/bangsa Indonesia yang menderita/sengsara. Ia sengsara/menderita bukan karena
kemalasannya atau kebodohannya, akan tetapi ia sengsara/menderita karena disengsarakan
oleh sesuatu sistem/stelsel kapitalisme-kolonialisme.
Marhaen meliputi unsur-unsur tani, buruh-tani, pedagang kecil yang
melarat, dan semua kaum melarat lainnya yang dimelaratkan oleh sistem/stelsel
kapitalisme-kolonialisme dan feodalisme.
Marhaenis, adalah penganut ajaran Marhaenisme yang berjuang menurut
petunjuk ajaran-ajaran Marhaenisme, berjuang dengan bersama-sama/mengorganisir
berjuta-juta kaum marhaen yang tersebar di seluruh tanah air.
2.1. Marhaenisme sebagai asas/teori politik sebenarnya merupakan kesimpulan, sekaligus sebagai teori perjuangan.
Artinya : pada saat itu Bung Karno menyimpulkan bahwa bangsa Indonesia
(Marhaen) menderita karena suatu sistem/stelsel. Sebetulnya ia penuh potensi dan bukan
kaum yang malas.
Dengan demikian maka Marhaenisme mengandung teori perjuangan.
Masalahnya mengapa sampai tiba kesimpulan yang demikian itu? Disinilah makna daripada
Marhaenisme. Dengan visi Marhaenisme (yang berpihak kepada rakyat), kita dapat menganalisa
masyarakat dan hasilnya adalah kita mengetahui kesengsaraan rakyat yang disebabkan oleh
suatu sistem/stelsel. Dan dengan itu pula kita dapat menentukan cara berjuangnya.
2.2. Marhaenisme adalah kesimpulan dari penelaahan terhadap kondisi masyarakat Indonesia.
Kita ketahui bahwasanya masyarakat itu berkembang, seperti yang
dijelaskan dalam metode berpikir marhenisme tentang "THESA-ANTITHESA-SYNTESA".
Demikianlah masyarakat berkembang terus dari suatu thesa (keadaan) kepada thesa (keadaan)
berikutnya, sampai pada thesa yang terakhir. Gerak ini kita kenal sebagai "DIALEKTIKA".
Dengan dialektika, selanjutnya kita dapat melihat dua elemen dalam masyarakat yang selalu
berhadapan, yakni :
element establishment, danelemen perubahan.
Elemen establishment adalah elemen yang menguasai thesa dan
menjalankan suatu stelsel/sistem sebagai kelangsungan thesa (keadaan) tersebut. Elemen
perubahan adalah elemen yang berada pada struktur antithesa. Apabila thesa pertama
telah gugur karena munculnya antithesa, maka keadaan baru atau sinthesa akan dikuasai oleh
elemen perubahan tersebut. Selanjutnya pada saat itu elemen perubahan menjadi
elemen establishment. Demikianlah proses semacam ini berjalan terus sampai
tercipta thesa terakhir yakni satu bentuk stelsel /sistem kemasyarakatan yang terakhir dan
sempurna (dalam ajaran Marhaenisme, bentuk tersebut adalah Sosialisme Indoneisa).
Dari teori di atas dapat dianalisa keadaan masyarakat Indonesia. Ketika
kolonialisme Belanda menguasai maka posisinya adalah sebagai establishment. Ia menguasai
suatu thesa/keadaan (penjajahan) dan menjadi suatu stelsel/ sistem
kapitalisme-kolonialisme.
Pada saat yang bersamaan , disitu telah terdapat pula elemen
perubahan,- yakni masyarakat Indonesia yang tidak puas dengan keadaan. Semula kekuatan
perubahan ini bersifat latent, setelah kekuatan ini berhasil diungkapkan - maka menjadi
kekuatan riil untuk merubah keadaan. Cara pengungkapan kekuatan latent menjadi kekuatan
riil itulah yang kemudian dirumuskan sebagai asa/teori perjuangan. Didalam buku MENCAPAI
INDONESIA MERDEKA teori atau asas perjuangan disebutkan antara lain melipuit : self-help,
self-relience, non kooperatip, machtvrming, massa aksi, revolusioner.
Setelah terjadi perubahan (kemerdekaan Indonesia) dan elemen perubahan
berubah menjadi elemen establishment dan telah menguasai keadaan maka dibutuhkan
teori-teori atau asas untuk menyusun sistem/stelsel kemasyarakatan. Dari hasil telaah yang
mendalam ditemukan teori politik yang merupakan jawaban (antithesa) dari keadaan (thesa)
yang ada.
Secara singkat digambarkan sebagai berikut:
Elemen Establismen | Kondisi Bangsa Indonesia | Elemen Perubahan |
- - - Devide et impera Dehumanisme Penjajahan Penghisapan |
Kegotong-royonganTheistis Dsb. Terpecah belah Tertindas Tidak ada kedaulatan politik Ketidakadilan |
-- KetuhananYang Maha Esa Kebangsaan /Persatuan Indonesia Humanisme/Kemanusiaan Demokrasi/ Kerakyatan Keadilan sosial |
Catatan: Dalam kenyatan masyarakat masing-masing kondisi tersebut tidak dapat selalu dipisahkan, akan tetapi saling berkaitan.
Dengan demikian maka nampaklah bahwa baik sebagai teori politik/asas
maupun sebagai teori perjuangan, adalah merupakan jawaban terhadap keadaan.
Mengapa Memilih Marhaenisme
Persoalan berikutnya adalah mengapa sampai terjadi kesimpulan tersebut
? dengan kata lain; mengapa mesti lahir Marhaenisme, demikian pula mengapa pula kita
memilihnya?
Pada proses dialektika seperti disebutkan di depan, maka rakyat berada
pada elemen perubahan karena ia (rakyat) jelas merupakan bagian masyarakat yang menderita
akibat satu sistem/stelsel yang dipertahankan oleh elemen establishment. Proses perubahan
tersebut adalah sudah menjadi keharusan sejarah dan merupakan hukum alam, dan mesti
terjadi. Karena setiap Marhaenis menghendaki perbaikan nasib rakyat, maka ia pasti
berpihak kepada rakyat, berpihak kepada perubahan, karena perubahan yang terjadi adalah
satu proses yang menuju kepada perbaikan nasib rakyat. Ketika Bung Karno dengan pisau
analisanya mencoba meneelaah keadaan yang terjadi atas bangsanya dan dilihatnya elemen
establishment (kolonialisme Belanda) dan elemen perubahan (Marhaen yang menderita) maka
tercetuslah ajaran ajarannya yang menghendaki perubahan dengan jalan "merdeka
sekarang juga". Dengan kemerdekaan nasional (sebagai jembatan emas) akan
diperbaikilah nasib Marhaen yang menderita.
Maka boleh disimpulkan; karena adanya kolonialisme Belanda dan karena
adanya Marhaen yang menderita dan atas kemampuan Bung Karno, lahirlah
"MARHAENISME" sebagai teori politik dan teori perjuangan yang menghendaki
perubahan-perubahan menuju perbaikan nasib Marhaen.
Persoalan berikutnya adalah merupakan hal yang penting bagi kita.
Mengapa kita memilih Marhaenisme sebagai anutan? Menjawab pertanyaan tersebut maka
terlebih dahulu kita menjawab permasalahan berikut, yakni :
Apakah proses perubahan/dialektika itu masih akan terjadi ?Berada pada pihak manakah kita dalam pertentangan dua elemen yang ada (establishment dan perubahan) tersebut ?
Di dalam metode berpikir Marhaenisme telah jelas diterangkan tentang
pola perubahan dalam masyarakat, secara sedarhana dapat digambarkan sebagai berikut:
Thesa
|
Antithesa
|
Synthesa/Thesa Baru
|
Antithesa
|
Syntesa/Thesa Baru
|
|
Feodalisme
|
perubahan
|
Kapitalisme
|
perubahan
|
Sosialisme
|
|
I
|
II
|
III
|
Melihat proses tersebut kita dihadapkan pada pilihan untuk menilai
dimanakah fase perkembangan masyarakat yang ada. Apabila kesimpulan kita bahwa masyarakat
sosialisme Indonesia (III) belum tercapai maka berarti proses perubahan masih akan
terjadi. Dalam hal ini setiap Marhaenis berpihak pada elemen perubahan yang menuju kepada
perbaikan nasib kaum Marhaen/rakyat.
Untuk Apa Marhaenisme ?
Setelah kita tahu apa dan mengapa marhaenisme, maka masalahnya adalah
penarikan relevansinya pada saat ini. Dengan kata lain, untuk apakah marhaenisme ?
Jawabannya adalah sangat sederhana "UNTUK BERJUANG".
Namun demikian sekalipun ungkapan diatas adalah sangat sederhana, akan tetapi menerangkan
masalah ini sebenarnya memerlukan uraian yang sangat panjang.
Konotasi "BERJUANG" adalah berarti memperjuangkan nasib
rakyat. Lalu kita mencoba mengkaji dan menelaah masalah kekinian untuk kemudian
mengambil sikap. Pertama, kita lihat bagaimana, dan bagaimana kesimpulannya. Kalau
kesimpulan kita adalah "PENDERITAAN", maka masalah berikutnya adalah: mengapa
mereka menderita?, apa penyebabnya?, dan sebagainya.
Secara sederhana kita simpulkan secara global, ambilah TRISAKTI
TAVIP sebagai tolok ukur. Rumusan Trisakti adalah:
Berdikari dalam bidang ekonomi.Berdaulat dalam bidang politik.Berkepribadian dalam kebudayaan.
Trisakti merupakan tolok ukur untuk menilai kemerdekaan. Dinamakan
merdeka apabila ketiga hal tersebut telah dipenuhi, atau setidaknya dalam proses menuju
kesana. Dikatakan bahwa kemerdekaan adalah sekedar "Jembatan Emas". Diseberang
jembatan itu kita bangun Sosialisme Indonesia, kita bangun Indonesia yang "gemah
ripah lohjinawi". Masalahnya sekarang bagaimanakah keadaan jembatan tersebut, untuk
menilai hal ini kita punya tolak ukur di atas. Demikian pula mari kita lihat keadaan
masyarakat Marhaenis dengan menggunakan pisau analisa Marhanisme, baru kemudian kita bisa
menentukan sikap dengan terlebih dahulu memilih siapa kawan kita, dan siapa lawan kita.
Penutup
Kalau kita melihat pola perubahan masyarakat melalui proses dialektika,
maka seolah-olah kita terpukau, apakah untuk mencapai Sosialisme Indonesia harus melalui
fase kapitalisme? Bung Karno menjelaskan bahwa tanpa melalui fase kapitalisme kita dapat
mencapai Sosialisme Indonesia. Teori ini kemudian disebut dengan "fase Sprong
Teory". Dengan pentahapan revolusi, maka dengan meloncati fase kapitalisme
kita dapat langsung menuju sosialisme. Ternyata Bung Karno tidak sendiri, artinya bahwa
pendapat beliau (teori fase sprong) bukan satu-satunya pendapat atau teori yang
berpendapat bahwa tanpa melalui kapitalisme dapat terbentuk sosialisme. Ernesto Che
Guevara, seorang pejuang revolusioner dari Kuba (yang terbunuh di Bolivia) mempunyai
pendapat yang sama walaupun dalam rumusannya yang berbeda. Dikatakannya sebagai berikut:
"It’s not necessary to weak for fullfillment condition a revolution, because the focus of insurection can create them".
Maksudnya, tanpa menunggu kondisi penuh untuk suatu revolusi (mencapai
sosialisme), sosialisme akan tercapai. Karena revolusi untuk mencapai sosialisme akan
terbentuk dengan sendirinya dengan dihidupkannya pergolakan-pergolakan, yang artinya
masyarakat digembleng dalam suasana revolusioner secara terus menerus. Bung Karno membagi
tahapan revolusi sebagai berikut:
fase satu, nasionalisme demokratfase dua, sosialisme demokratfase tiga, sosialisme indonesia
Pada fase satu, semua elemen progresif dipersatukan,
semua potensi nasional disatukan (Nation And Character Building) untuk menyingkirkan musuh
dan penghalang revolusi. Pada fase kedua, setelah semua penghalang
revolusi berhasil disingkirkan, maka selanjutnya adalah membangun landasan dasar
sosialisme. Landasan mental telah tercipta ( dengan Nation And Character Building) maka
dibangunkanlah landasan fisiknya. Dengan berakhirnya fase kedua maka kita telah siap
memasuki fase tiga, yakni Sosialisme Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar