SEJARAH GERAKAN MAHASISWA DAN PEMUDA
Mahasiswa
dalam esensinya tidak terlepas dari sejarah perubahan, karena mahasiswa adalah
predikat yang amat "eksklusif". Disebut eksklusif karena mahasiswa
adalah sosok yang istimewa dipandang dari sudut apapun dan dari manapun serta
mempunya cerita yang istimewa dari masa ke masa, baik di Negara maju maupun di
Negara berkembang begitu juga halnya dengan mahasiswa di Indonesia.
Bisa
kita lihat peristiwa Revolusi Perancis yang diawali oleh terbelenggunya hak-hak
mahasiswa Perancis dalam melakukan inovasi. Dan di Indonesia sendiri sudah
tidak bisa diragukan kembali peran dari mahasiswa dalam menghadapi arah
perjuangannya.
Di
Indonesia sendiri mahasiswa mempunyai peranan penting dalam mengubah sejarah
kebangsaan dan perjalanan demokrasi. Catat saja bagaimana peranan mahasiswa
mampu merubah wajah perpolitikan saat ini yaitu dengan Gerakan reformasinya.
Jauh beberapa tahun kebelakang kita mengenal angkatan gerakan kemahasiswaan dengan
segala momentum sejarah kebangsaan di tanah air.
Gerakan Kemerdekaan
(Tahun 1908-1945)
Kita
mulai dari dimulainya gerakan untuk memerdekakan Indonesia pada 1908 yang
sering kita kenal sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Pada waktu itu dr. Soetomo
bersama dengan beberapa mahasiswa yang bersekolah di Belanda sadar akan nasib
bangsa ini. Beliau membentuk Budi Oetomo sebagai Organisasi Mahasiswa Indonesia
yang menempuh perguruan tinggi di Stovia, Belanda. Dan dari hal tersebut
lahirlah tokoh-tokoh mahasiswa lain yang mempelopori Merdekanya Indonesia dari
belenggu Kolonialisme. Soekarno, Tan Malaka, Shahrir, Hatta, dan beberapa tokoh
pemuda yang notabene adalah rezim mahasiswa mampu menjadi sejarah dari
Perubahan yang telah dicita-citakan oleh bangsa Ini semenjak bangsa ini
terjajah.
Gerakan Mahasiswa
Angkatan’66 (Tahun 1966)
Dikenal
dengan istilah angkatan 66, gerakan ini awal kebangkitan gerakan mahasiswa
secara nasional, dimana sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa masih bersifat
kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu adalah mereka yang sekarang berada
pada lingkar kekuasaan dan pernah pada lingkar kekuasaan, siapa yang tak kenal
dengan Akbar Tanjung dan Cosmas Batubara. Apalagi Sebut saja Akbar Tanjung yang
pernah menjabat sebagai Ketua DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) periode tahun
1999-2004.
Dari
rezim Orde Lama yang mulai membelenggu kebebasan Rakyat Indonesia, Mahasiswa
mampu bergerak bersama rakyat untuk mencapai arah perubahan yang lebih masive
dalam menghadapi penindasan. Dimotori oleh Soe Hok Gie, Akbar Tanjdung dan
beberapa kawan-kawan mahasiswa yang lain mampu menggulingkan rezim Soekarno
yang pada waktu Tua sudah menjadi Ambisius dengan menjadikannya sebagai
Presiden Seumur Hidup lewat MPR-S nya dan melancarkan dekrit Presiden pada
tahun 1959 yang menetapkan Beliau pada Pimpinan Tertinggi Negeri ini dan tidak
dapat diganggu Gugat oleh semua Lembaga Negara yang mengevaluasi Kursi
Kepresidenan pada waktu itu. Berbeda dengan soekarno muda yang mampu bergerak
bersama rakyat dan revolusioner melawan penjajah dan memerdekakan Bangsa
Indonesia.
Pada
Tahun 1965 inilah mahasiswa menancapkan tajinya untuk kembali menjadi tonggak
perubahan. Ketika bergabung bersama rakyat dan melancarkan Tritura atau Tiga
Tuntutan Rakyatnya, mahasiswa yang pada waktu itu dipelopori oleh Tokoh-Tokoh
Mahasiswa 1960an yang pada waktu itu menduduki lembaga terpenting di
Universitasnya seperti Soe Hok Gie yang eksis di Lembaga Persnya di UI, Akbar
Tandjung yang aktif dalam Dema, Dewan Mahasiswa UI, dan Cosmas Batubara yang
pada Waktu itu bergerak pada tataran GrassRoad atau gerakan Turun Jalan atau
Gerakan yang mengkoordinir Basis Massa sehingga menjadi Massa yang solid untuk
menjadikan Mahasiswa sebagai Sejarah Perubah.
Angkatan
66 mengangkat isu Komunis sebagai bahaya laten Negara. Gerakan ini berhasil
membangun kepercayaan masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis
yang ditukangi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia). Eksekutif pun beralih dan
berpihak kepada rakayat, yaitu dengan dikeluarkannya SUPERSEMAR (surat perintah
sebelas maret) dari Presiden Sukarno kepada penerima mandat Suharto. Peralihan
ini menandai berakhirnya ORLA (orde lama) dan berpindah kepada ORBA (orde
baru). Angkatan 66 pun mendapat hadiah yaitu dengan banyaknya aktivis 66 yang
duduk dalam kabibet pemerintahan ORBA.
Gerakan Mahasiswa
Ampera (Tahun 1972)
Gerakan
ini dikenal dengan terjadinya peristiwa MALARI (Malapetaka Lima Belas Januari).
Tahun angkatan gerakan ini menolak produk Jepang dan sinisme terhadap warga
keturunan. Pada puncaknya mereka menolak kedatangan Perdana Menteri Jepang
Tanaka serta melakukan demonstrasi besar-besaran. Dan Jakarta masih menjadi
barometer pergerakan mahasiswa nasional, catat saja tokoh mahasiswa yang
mencuat pada gerakan mahasiswa ini seperti Hariman Siregar, Fajroel Rahman,
sedangkan mahasiswa yang gugur dari peristiwa ini adalah Arif Rahman Hakim.
Gerakan Mahasiswa
(Tahun 1980-an)
Gerakan
pada era ini tidak popular, karena lebih terfokus pada perguruan tinggi besar
saja. Puncaknya tahun 1985 ketika Mendagri (Menteri Dalam Negeri) Saat itu
Rudini berkunjung ke ITB. Kedatangan Mendagri disambut dengan Demo Mahasiswa
dan terjadi peristiwa pelemparan terhadap Mendagri. Buntutnya Pelaku pelemparan
yaitu Jumhur Hidayat terkena sanksi DO (Droup Out) oleh pihak ITB (pada pemilu
2004 beliau menjabat sebagai Sekjen Partai Serikat Indonesia / PSI). Dan perlu
diketahui pada Rezim ini lahirlah NKK-BKK yang dicanangkanm Pemerintah Orde
Baru melalui Mantan Mendikbud RI 1978-1983 Daud Yusuf
, Untuk meredam arah gerakan Mahasiswa yang sudah disadari akan
menjadikan bangsa Ini mengalami Progres Untuk kedepannya.
Gerakan Mahasiswa Tahun
1990 an
Isu
yang diangkat pada Gerakan era ini sudah mengkerucut, yaitu penolakan
diberlakukannya terhadap NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus / Badan
Kordinasi Kampus) yang membekukan Dewan Mahasiswa (DEMA/DM) dan Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM).
Pemberlakuan
NKK/BKK mengubah format organisasi kemahsiswaan dengan melarang Mahasiswa
terjun ke dalam politik praktis, yaitu dengan SK Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No. 0457/0/1990 tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan
Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi, dimana Organisasi Kemahasiswaan pada tingkat
Perguruan Tinggi bernama SMPT (senat mahasiswa perguruan tinggi).
Organisasi
kemahasiswaan seperti ini menjadikan aktivis mahasiswa dalam posisi mandul,
karena pihak rektorat yang notabane nya perpanjangan pemerintah (penguasa)
lebih leluasa dan dilegalkan untuk mencekal aktivis mahasiswa yang berbuat
"over", bahkan tidak segan-segan untuk men-DO-kan. Mahasiswa hanya
dituntut kuliah dan kuliah tok.
Di
kampus intel-intel berkeliaran, pergerakan mahasiswa dimata-matai. Maka jangan
heran jika misalnya hari ini menyusun strategi demo, besoknya aparat sudah siap
siaga. Karena banyak intel berkedok mahasiswa.
Pemerintah
Orde Baru pun menggaungkan opini adanya pergerakan sekelompok orang yang
berkeliaran di masyarakat dan mahasiswa dengan sebutan OTB (organisasi tanpa
bentuk). Masyarakat pun termakan dengan opini ini karena OTB ini identik dengan
gerakan komunis.
Pemahaman
ini didapatkan di Harian RADAR KARAWANG edisi : Awal Mei 2005,yaitu pada waktu
itu saya mengkutib artikel dimana saat itu
ketika penulis artikel mengikuti ORPADNAS (orientasi kewaspadaan
nasional) tingkat DKI Jakarta yang diikuti oleh seluruh Perguruan Tinggi di
Jakarta pada tahun 1993. dan juga sebagai peserta pada kegiatan TARPADNAS
(penataran kewaspadaan nasional) tingkat nasional yang diikuti oleh unsur
pemuda dan mahasiswa seluruh Indonesia tahun 1994.
Pemberlakuan
NKK/BKK maupun opini OTB ataupun cara-cara lain yang dihadapkan menurut versi
penguasa ORBA, tidak membuat mahasiswa putus asa, karena disetiap event
nasional dijadikan untuk menyampaikan penolakan dan pencabutan SK tentang
pemberlakukan NKK/BKK, termasuk juga pada kegiatan TARPADNAS.
Sikap
kritis mahasiswa terhadap pemerintah tidak berhenti pada diberlakukannya
NKK/BKK, jalur perjuangan lain ditempuh oleh para aktivis mahasiswa dengan
memakai kendaraan lain untuk menghindari sikap refresif Pemerintah, yaitu
dengan meleburkan diri dan aktif di Organisasi kemahasiswaan ekstra kampus
seperti GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), HMI (himpunan mahasiswa
islam), PMII (pergerakan mahasiswa islam Indonesia), PMKRI (Pergerakan
Mahasiswa Katolik Repubik Indoenesia) dan GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen
Indonesia) atau yang lebih dikenal dengan kelompok Cipayung. Ini juga dialami
penulis yang menemukan titik kejenuhan jika hanya bergulat dengan ORMAWA intra
kampus, karena mahasiswa menjadi kurang peka terhadap lingkungan sekitar, apalagi
predikat mahasiswa adalah sebagai agent of intelegence, agent of change, agent
of social control, yaitu mahasiswa sebagai seorang kaum terdidik, sebagai
pembaharu dan sebagai kontrol sosial.
Gerakan Mahasiswa Tahun
1998
Dan
yang paling akhir kita dengar adalah, Reformasi 1998 yang melibatkan beberapa
kalangan mahasiswa yang pada waktu itu sudah dibutakan selama kurang lebih 30
tahun Oleh Rezim Orde Baru, rezim Soeharto lewat NKK-BKK nya. Gerakan mahasiswa
era sembilan puluh delapan mencuat dengan tumbangnya Orde Baru dengan ditandai
lengsernya Soeharto dari kursi kepresidenan, tepatnya pada tanggal 12 mei 1998.
Gerakan
mahasiswa tahun sembilan puluhan mencapai klimaksnya pada tahun 1998, di
diawali dengan terjadi krisis moneter di pertengahan tahun 1997. harga-harga
kebutuhan melambung tinggi, daya beli masyarakat pun berkurang. Mahasiswa pun
mulai gerah dengan penguasa ORBA, tuntutan mundurnya Soeharto menjadi agenda
nasional gerakan mahasiswa. Ibarat gayung bersambut, gerakan mahasiswa dengan
agenda REFORMASI nya mendapat simpati dan dukungan yang luar biasa dari rakyat.
Mahasiswa menjadi tumpuan rakyat dalam mengubah kondisi yang ada, kondisi
dimana rakyat sudah bosan dengan pemerintahan yang terlalu lama 32 tahun !
politisi diluar kekuasaan pun menjadi tumpul karena terlalu kuatnya lingkar
kekuasaan, dan dikenal dengan sebutan jalur ABG (ABRI, Birokrat, dan Golkar).
Simbol
Rumah Rakyat yaitu Gedung DPR/MPR menjadi tujuan utama mahasiswa dari berbagai
kota di Indonesia, seluruh komponen mahasiswa dengan berbagai atribut almamater
dan kelompok semuanya tumpah ruah di Gedung Dewan ini, tercatat FKSMJ (Forum
Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta), FORBES (Forum Bersama), KAMMI (Kesatuan
Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) dan FORKOT (Forum Kota). Sungguh aneh dan luar
biasa, elemen mahasiswa yang berbeda paham dan aliran dapat bersatu dengan satu
tujuan : Turunkan Soeharto.
Dua
elemen mahasiswa yang mencuat adalah FKSMJ dan FORKOT. Penulis mengenal betul
karakter dua elemen mahasiswa ini. FKSMJ yang merupakan forumnya senat
mahasiswa se Jakarta, lebih intens melakukan koordinasi dan terkesan hati-hati
dalam menyikapi persolan yang muncul, dan lebih apik dalam beraksi karena
menghindari gerakan mata-mata intel. Sedangkan FORKOT yang terdiri dari
kelompok aktivis mahasiswa Pers Kampus lebih "radikal" dalam beraksi
dan berani menentang arus, sehingga tak jarang harus berhadapan langsung dengan
aparat, dan bentrok fisik pun tak terelakan.
Perjuangan
mahasiswa menuntut lengsernya sang Presiden memang tercapai, tapi perjuangan
ini sangat mahal harganya karena harus dibayar dengan 4 nyawa mahasiswa Tri
Sakti, mereka gugur sebagai Pahlawan Reformasi, serta harus dibayar dengan
tragedi Semanggi 1 dan 2. Memang lengser nya Soeharto seolah menjadi tujuan
utama pada gerakan mahasiswa sehingga ketika pemerintahan berganti, isu utama
kembali kepada kedaerahan masing-masing. FORKOT dan FKMSMJ pun kembali
bersebrangan tujuan. REFORMASI terus bergulir, perjuangan mahasiswa tidak akan
pernah berhenti sampai disini. Perjuangan dari masa ke masa akan tumbuh jika
Penguasa tidak berpihak kepada rakyat.
Gerakan Mahasiswa Pasca
Reformasi
Dalam
posisi tawar mahasiswa yang lemah dewasa ini, belum saatnya menentukan
partner politik atau memutuskan pilihan-pilihan grand design politik tertentu, Gerakan Mahasiswa sekarang belum lagi menjadi agent of social change, sebaliknya menjadi gerakan peripherial, pinggiran. Agenda yang diperlukan adalah penyatuan kelompok-kelompok pinggiran mahasiswa dalam suatu konsolidasi secara nasional.Hal ini dibutuhkan untuk pengembalian posisi tawar yang menyurut. Karenanya, dalam posisi tawar yang lemah, agenda Gerakan Mahasiswa mesti berpihak memilih misi transformatif dan misi korektif. Misi transformatif menekankan pada gerakan penyadaran sosial politik dan penularan gagasan-gagasan demokrasi dan hak-hak azasi manusia. Sedangkan misi korektif menitikberatkan pada koreksi berbagai kebijakan atau sikap dan tindakan yang tidak menguntungkan rakyat banyak.
partner politik atau memutuskan pilihan-pilihan grand design politik tertentu, Gerakan Mahasiswa sekarang belum lagi menjadi agent of social change, sebaliknya menjadi gerakan peripherial, pinggiran. Agenda yang diperlukan adalah penyatuan kelompok-kelompok pinggiran mahasiswa dalam suatu konsolidasi secara nasional.Hal ini dibutuhkan untuk pengembalian posisi tawar yang menyurut. Karenanya, dalam posisi tawar yang lemah, agenda Gerakan Mahasiswa mesti berpihak memilih misi transformatif dan misi korektif. Misi transformatif menekankan pada gerakan penyadaran sosial politik dan penularan gagasan-gagasan demokrasi dan hak-hak azasi manusia. Sedangkan misi korektif menitikberatkan pada koreksi berbagai kebijakan atau sikap dan tindakan yang tidak menguntungkan rakyat banyak.
Diangkatnya
isu-isu lokal populis dengan harapan dapat menjadi isu nasional
nampaknya masih bisa diandalkan. Pilihan isu-isu mikro memang sesuai dengan kondisi Gerakan Mahasiswa yang lemah. Dalam tahap ini diharapkan terjadi konsolidasi secara bertahap untuk mengembalikan nafas Gerakan Mahasiswa yang telah surut akibat depolitisasi kampus. Untuk merajut jaringan secara nasional itu paling tidak dibutuhkan beberapa prinsip. Pertama, perlunya semangat dialog tanpa apriori antarkelompok mahasiswa. Melalui dialog tanpa apriori dapat diketahui kekuatan dan kelemahan masing-masing pihak serta menghindari perasaan curiga atau rasa permusuhan akibat berbedanya pendekatan gerakan. Kedua, kedewasaan berpolitik antaraktivis yang berbeda ideologi dan pendekatan gerakan. Ketiga, konsolidasi berjalan bertahap dan berkesinambungan melalui isu-isu tertentu dengan target "jangka panjang," sehingga terhindar situasi gerakan yang prematur.
nampaknya masih bisa diandalkan. Pilihan isu-isu mikro memang sesuai dengan kondisi Gerakan Mahasiswa yang lemah. Dalam tahap ini diharapkan terjadi konsolidasi secara bertahap untuk mengembalikan nafas Gerakan Mahasiswa yang telah surut akibat depolitisasi kampus. Untuk merajut jaringan secara nasional itu paling tidak dibutuhkan beberapa prinsip. Pertama, perlunya semangat dialog tanpa apriori antarkelompok mahasiswa. Melalui dialog tanpa apriori dapat diketahui kekuatan dan kelemahan masing-masing pihak serta menghindari perasaan curiga atau rasa permusuhan akibat berbedanya pendekatan gerakan. Kedua, kedewasaan berpolitik antaraktivis yang berbeda ideologi dan pendekatan gerakan. Ketiga, konsolidasi berjalan bertahap dan berkesinambungan melalui isu-isu tertentu dengan target "jangka panjang," sehingga terhindar situasi gerakan yang prematur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar